Stunting baru-baru ini mendapat perhatian khusus dari Kepala Bappenas dan bahkan Presiden Joko Widodo dalam rapat Istana Negara yang secara khusus membahas masalah ini. Data kesehatan terakhir menunjukkan dari 24,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia sekitar 9 juta atau 37 persen menderita stunting.[1]

 

Stunting merupakan kondisi anak balita gagal tumbuh yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur. Stunting menciptakan risiko kematian yang lebih besar, menurunkan kemampuan kognitif anak serta rentan terserang penyakit degeneratif saat dewasa.[2]

  

Mengurai Sumber Permasalahan

 

Jika kita telaah, pada hakikatnya ada dua sumber permasalahan stunting yang terjadi pada masyarakat, yakni tidak sadar sehat dan tidak tahu sehat.

 

Pertama, tidak sadar sehat. Ketidaksadaran masyarakat tentang kesehatan ini disebabkan karena kurang maksimalnya peran pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal inilah yang memunculkan gangguan pada pertumbuhan masyarakat seperti rendahnya kualitas output kelahiran, yaitu berat bayi rendah (<2,5 kg), terjangkitnya penyakit anemia karena asupan gizi yang kurang cukup dan pola pangan kurang seimbang.

 

Kedua, tidak tahu sehat. Peran pemerintah sekadar memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat saja tidak cukup, perlu juga upaya layanan edukasi untuk mencedaskan masyarakat. Mengapa demikian? Analoginya, orang sudah sadar akan pentingnya kesehatan, tapi jika tidak diimbangi dengan pengetahuan untuk menjaga kesehatan maka orang itu tidak akan melakukannya. Ketidaksadaran dan ketidaktahuan terhadap kesehatan inilah yang menimbulkan rendahnya kualitas sumber daya manusia.

 

Untuk mengatasi kedua persoalan di atas maka antara sadar sehat dan tahu sehat harus dilakukan secara bersaamaa. Sebab kesadaran akan kesehatan yang diimbangi dengan pengetahuan akan sehat maka akan membentuk sikap untuk hidup dan berperilaku sehat.

 

 

 

Layanan Poslitera Sebagai Sebuah Solusi

 

Rendahnya kualitas generasi stunting membuat wawasan mereka kalah dengan anak-anak yang pertumbuhannya normal. Dampaknya, kemampuan intelektual yang rendah ini akan mengancam daya saing generasi mendatang. Untuk itu, layanan poslitera perlu digalakkan untuk mewujudkan Indonesia bebas stunting.

 

Layanan poslitera ini diselenggarakan satu waktu dengan posyandu. Di sini diperlukan sinergitas dan kerja sama yang solid untuk mewujudkan Indonesia bebas stunting. Sederhananya, dimana ada layanan posyandu maka disitu ada poslitera untuk masyarakat.

 

Posyandu sebagai ujung tombak program gizi di lapangan harus benar-benar maksimal dan didongkrak kinerjanya. Persepsi masyarakat terhadap posyandu hanya sekadar tempat penimbangan anak balita dan pembagian bubur serta biskuit gratis sudah saatnya dibenahi dan diperbaiki. Sebab sehat secara pertumbuhan tubuh saja tidak cukup, perlu adanya asupan gizi literasi untuk perkembangan intelektual.

 

Poslitera memberikan layanan dan fasilitas kepada masyarakat berupa pojok baca, kelas balita dan kelas ibu hamil, serta penyuluhan kesehatan. Pertama, pojok baca. Dalam pojok baca ini nantinya menyediakan beberapa buku kesehatan yang bisa dipinjam dan dibaca oleh masyarakat saat mengantri/ menunggu untuk diperiksa kesehatannya saat posyandu berlangsung.  Hal ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

 

Kedua, kelas ibu hamil. Kelas ini adalah fasiltas layanan yang disediakan khusus untuk para ibu-ibu yang sedang hamil. Dalam kelas ini, nantinya diberikan penyuluhan dan pendampingan bagi ibu hamil secara kontinyu agar bayi yang ada di dalam kandungan sehat dan tidak mengalami gangguan pertumbuhan atau perkembangan yang dapat memicu persoaln stunting. 

Ketiga, kelas balita. Kelas ini diselenggarakan untuk mendampingi anak-anak balita, terutama balita yang ada di desa. Sebab pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak-anaknya kurang begitu mumpuni sehingga terkadang tidak jarang balita yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya. Kelas balita yang intensif inilah yang nantinya memberikan bekal pengetahuan kepada orang tua untuk mendidik dan mendampingi tumbuh kembang balita secara baik dan maksimal.

            Dari layanan poslitera dengan tiga basis yang berkolaborasi dengan posyandu diatas inilah yang nantinya dapat menyeimbangkan antara masyarakat sadar sehat dan tahu sehat yang menciptakan sikap untuk hidup sehat dan masyarakat bebas stunting.

 

 

 

Program Satu Posyandu Satu Poslitera

Dengan adanya program satu posyandu satu poslitera di tiap desa ini, selain mewujudkan Indonesia bebas stunting juga dapat melahirkan generasi yang memiliki gizi literasi tinggi sehingga terbentuk karakter sumber daya manusia yang sehat, cerdas, berkualitas dan berdaya saing. Mari galakkan bersama gerakan satu posyandu satu poslitera untuk Indonesia bebas Stunting! Indonesia Berdaya Saing!

*Tulisan ini telah diikutsertakan dalam kegiatan lomba menulis artikel kesehatan yang diselenggarakan oleh LKNU Banyumas Tahun 2018

  

 

[1] Ali Khomsan, Lingkaran Setan “Generasi Pendek”, Koran Kompas, 25 April 2018, kolom opini hal. 7

 

 

 

[2] Sonny Harry B Harmadi, Mengungkit IPM dari Desa, Koran Kompas 27 April 2018, kolom opini hal. 6