Oleh. Heri Maja Kelana
Manusia modern telah begitu terbentuk oleh asumsi-asumsi sejarah budaya kita, oleh peradaban yang telah memupuk kita. Kita mengatakan bahwa kita telah mengelola sebuah warisan budaya. Namun, kita juga terbentuk oleh sejarah biologis planet kita ini. Kita mengelola juga sebuah warisan genetik.
(Novel Dunia Anna, Jostein Gaarder)
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Omah Buku mengalihwahanakan buku digital dari Aplikasi Let’s Read yang berjudul “Tarian Sunyi” karya Sarah Fauzia dengan illustrator Widyasari Hanaya. Buku ini diangkat menjadi film pendek berdurasi 19 menit dengan judul “Denting Sepi”. Sekenario serta sutradara dari film ini adalah Gepeng Nugroho, sedangkan produser Budi Susila. Pemeran dari film ini anak-anak dari TBM Omah Buku seperti Kalyana, Arkanata Ganendra Kawiswara, Sri Rezeki Teyeng, Syifa Salsabila Salma, Shanika Zaina Almahyra, Amira Nugraheni Syahida, Bunga Rimawati, Valerian, Rachmat Nurgianta, Ragio Lovan, Uti Tinah, Herman Yulianto, Joko Ronggolawe, Ranto. Sedangkan untuk pengambil gambar adalah tim dari Cakrawala Film, penata lampu dan properti Soekrisno Sengkolon.
Berikut adalah ceria singkat dari buku “Tarian Sunyi” yang diangkat pada film yang berjudul “Denting Sepi”. Mentari seorang anak tunarungu dan tunawicara sangat ingin sekali menari seperti teman-temannya. Ia, terus melihat serta memerhatikan teman-temannya menari sambal menirukan gerakannya. Namun selalu gagal dan kacau. Bu Ayu, memperbolehkan Mentari untuk belajar menari bersama anak-anak yang lain. Mentari pun ditemani oleh Tara dan Galuh.
Mentari terus mencoba untuk belajar menari, namun selalu gagal mengikuti ritme anak-anak yang lain. Hingga ia mendekatkan pengeras suara, supaya lebih terasa getaran ke kaki Mentari serta hentakan ke jantungnya. Alhasil, Mentari dapat menari mengikuti aba-aba dari Bu Ayu.
Mentari terus berlatih di rumah. Hingga pada suatu waktu ia pentas Tari Bali. Apa yang dicita-citakannya tercapai berkat kerja keras yang dilakukan Mentari berlatih menari.
Mengalihwahanakan teks ke bentuk visual seperti film adalah sebuah karya yang baru. Akan tetapi, tidak meninggalkan teks sebagai sumber serta ide utamanya ketika diubah pada bentuk visual. Seperti yang dilakukan oleh Gepeng Nugroho sebagai seorang penulis sekenario yang mengadaptasi dari buku “Tarian Sunyi”.
Mentari pada teks maupun pada film sebagai tokoh kuat dengan karakter yang unik. Mentari adalah simbol pars pro toto dari anak tunarungu serta tunawicara. Kekuatan karakter ini yang menjadikan buku ini asik untuk dibuat film. Serta tentu kejelian seorang sutradara dalam memilih aktor watak. Sehingga pengalihwahaan ini berhasil membuat saya sebagai penonton larut terbawa emosi film tersebut.
Aktor-aktor yang notabene bergiat di TBM Omah Buku saya kira memang bukan aktor yang profesional. Namun akting mereka tidak kalah dari aktor profesional. Mereka memiliki talenta yang gemilang, mereka mempunyai semangat yang luar biasa, total dalam memerankan karakter.
Teks dan Warisan Genetik
Buku-buku digital anak Let’s Read memang sangat luar biasa. Teks yang lahir pada buku-buku anak bukan lahir dari mengarang serta imajinasi semata, melainkan lahir dari riset yang mendalam.
Di Bali, pasti semua sudah mengetahui ada populasi Tuli-Bisu yang cukup besar di Desa Bengkala. Tuli-Bisu di Bengkala warisan genetik dari orang tuanya serta leluhurnya. Lalu apakah mereka pasrah menerima kenyataan? Saya kita tidak. Dengan keterbatasannya, mereka memiliki banyak kelebihan serta kreativitas yang luar biasa. Terlebih ditunjang dengan semangat yang luar biasa.
Membaca buku “Tarian Sunyi” serta menonton film “Denting Sunyi” pikiran saya seperti diajak bertamasya ke Desa Bengkala. Selain itu, memang masalah insklusi juga diangkat pada buku ini. Oleh karena itu, buku ini memiliki kekuatan tersendiri. Meski ditujukan untuk anak, serta menggunakan bahasa anak, buku ini sangat kuat dan layak untuk mendapatkan apresiasi dialihwanakan oleh TBM Omah Buku.
Namun sebuah karya tidak ada yang sempurna, selalu ada sesuatu yang beda persepsi antara film dan penonton. Posisi saya sebagai penonton yang telah membaca bukunya, artinya ada imajinasi yang berbeda ketika membaca buku, serta menonton film.
Pada buku “Tarian Sunyi” saya menangkap ada spritit semangat yang luar biasa, lahir dari teks serta visual gambar dari illustrator. Dalam film “Denting Sunyi” saya tidak melihat sepirit tersebut, nuansa yang dimunculkannya sunyi, hal ini. Suasana musik, pemilihan latar tempat, simbol-simbol, hingga gestur tokoh mengarah pada kesunyian. Terlepas dari hal itu semua, saya kemudian berpikir bahwa sutradara sepertinya sedang memainkan alusi sunyi. Terlebih judul dari film ini “Denting Sunyi”, artinya sutradara memang menguatkan nuansa sunyi yang dominan muncul pada film tersebut.
TBM Omah Buku satu dari 14 TBM penerima Program Hibah Forum TBM bersama Let’s Read The Asia Foundation 2022. Kegiatan yang dilakukan oleh TBM penerima hibah sangat luar biasa bagus, menarik dalam menyosialisasikan buku digital Let’s Read. Namun yang mengalihwahanakan pada film hanya TBM Omah Buku.
Tabik.