Categories
TALI INTEGRITAS

Diskusi Tali Integritas di TBM AN-NAFI

Penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat dilakukan sejak dini dengan memanfaatkan bahan pustaka Taman Literasi (Tali) Integritas KPK yang dapat diakses melalui http://aclc.kpk.go.id/taliintegritas/produk/. Koleksi tersebut secara fisik juga tersedia di lembaga pelaksana program Tali Integritas (lihat https://forumtbm.or.id/inilah-pelaksana-utama-program-tali-integritas-dan-panglima-integritas/), yang terdiri dari buku cerita, film, lagu, dan boardgame (permainan papan) yang semuanya mengandung nilai-nilai anti korupsi.

Dalam kesempatan pengukuhan panglima integritas, Desember 2017 lalu, Kak Sandri Justiana dari KPK menyampaikan bahwa agar pemanfaatan koleksi ini maksimal, sebaiknya menggunakan tahapan pembelajaran IDE + DO IT yaitu :

  • Identifikasi, artinya menilai produk KPK cocok untuk usia berapa, apa inti cerita nya, mengandung nilai anti korupsi atau tidak, dibacakan atau dimainkan, dan sebagainya.
  • Diskusi, artinya membahas nilai cerita, hikmah permainan, dan sebagainya.
  • Eksplorasi, artinya mengembangkan produk menjadi karya baru
  • Dokumentasi, artinya mendokumentasikan dan mempublikasikan karya
  • Implementasi, artinya penerapan nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari
  • Teladan, artinya menjadi pribadi yang dapat diteladani orang lain.

Pada hari Jum’at, 26 Januari 2018, setelah maghrib 25 anak berkumpul di TBM An-Nafi’ mencoba mengidentifikasi 3 buku cerita, yaitu Modo Tak Mau Menari, Ayo Terbang Momoa Kecil, dan Hujan Warna Warni. Sebelumnya buku-buku ini telah dipinjam oleh anak-anak selama 3 hari dan diberi tugas untuk mendiskusikan bersama orang tua nya mengenai sifat baik dan buruk dalam setiap isi cerita. Sifat baik tersebut yang mencerminkan nilai anti korupsi. Tugas ini diharapkan dapat mendekatkan anak dengan orang tua, yang akan semakin menguatkan penanaman nilai antikorupsi.

Malam itu anak-anak mengulas cerita yang telah dibaca, bergantian maju ke depan menuliskan nilai isi cerita di white board, dengan hasil seperti gambar berikut :

Manfaat kegiatan ini antara lain : (1) Melatih anak-anak berfikir bersama; (2) Melatih anak-anak berusaha mengingat isi buku cerita; (3) Melatih keberanian mengungkapkan pendapat; (4) Melatih membedakan sifat baik (yang boleh dilakukan) dan buruk (tidak boleh dilakukan).

Dengan kegiatan tersebut, anak-anak telah belajar mengidentifikasi produk, dan mendiskusikannya. Lalu akan dikembangkan menjadi produk apa ya? Tunggu kegiatan kami selanjutnya..

Salam Literasi…

Categories
Kabar TBM

TBM SUMBANG Meliterasikan Kotayasa

BANYUMAS-Kotayasa semakin berliterasi. Adalah Tri Novriyana, Rasti Sulastri, dan Tomi, tiga warga yang berani mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sumbang beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 31 Mei 2017. TBM Sumbang beralamatkan di RT 06 RW 02 Desa Kotayasa Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. TBM Sumbang sendiri berada di bawah binaan Rumah Keluarga Indonesia (RKI) yang tidak lain adalah mereka bertiga yang mengelola.

Saat ditemui di rumahnya beberapa waktu yang lalu bersama Khusnul Khotimah daru Rumah Baca Kartini Karanglewas, Rasti Sulastri selaku pengelola dan ketua TBM Sumbang mengungkapkan alasannya mendirikan TBM. “Anak-anak seusai pulang sekolah dari pada bersantai atau bermain gadjet dan dari pada ibu-ibu tidak ada kegiatan kala siang hari, mengapa mereka tidak diperdayakan,” ungkapnya gelisah. Lebih lanjut Rasti mempunyai keinginan yang menggebu-gebu untuk memanfaatkan lingkungan sekitar.

Selain akses membaca gratis untuk masyarakat, TBM Sumbang memberikan manfaat kesehatan untuk warga, yaitu diadakannya kegiatan senam setiap hari Minggu. Pelan-pelan TBM Sumbang memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat, salah satunya yaitu pengumpulan sampah plastik untuk dijadikan barang yang bernilai jual dan pelatihan pemusaran jenazah.

Selain itu, TBM Sumbang mengadakan kegiatan pengajian untuk ibu-ibu. “Kami juga mengadakan kegiatan pengajian untuk ibu-ibu sekitar yaitu setiap hari Minggu sehabis dzuhur. Selagi ibu-ibu ngaji, anak-anak juga dapat membaca buku,” Kata Rastri.

Setiap Minggu jumlah pengunjung TBM Sumbang mencapai 30 orang. “Kedepan kami ingin memberikan pelatihan menjahit, dan kami ingin memanfaatkan lahan yang ada saat ini untuk dijadikan sebuah pondok pesantren,” pungkasnya lugas.

(Fajar Pujianto/ Pegiat Literasi Kabupaten Banyumas)

Categories
Berita

Srikandi Pegiat Literasi dari Ujung Timur Banyumas

BANYUMAS-Kabupaten Banyumas mempunyai berbagai cerita unit dan juga tokoh-tokoh karismatik. Sebut saja Kyai Saifuddin Zuhri yang pernah menjadi Menteri Agama era presiden Soekarno, dan juga tokoh-tokoh yang lain pada masanya. Pada zaman teknologi informasi sekarang ini, Banyumas juga mempunyai tokoh lokal yang cantik dan karismatik. Sebut saja Warastuti Any Anggorowati. Adalah pejuang literasi berasal dari kelurahan Kebokura kecamatan Sumpiuh kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Kiprah Any dalam mendekatkan buku dimulai semenjak menjadi honorer di SDN 1 Banjarpanepen kecamatan Sumpiuh. Sepuluh tahun sudah perjuangannya menjadi tenaga pustakawan di SD tersebut. Pada tahun 2011, Any menjadi pengelola sebuah taman bacaan masyarakat (TBM) di desa Banjarpanepen. Perjuangannya belum berakhir. Berbagai kegiatan demi masyarakat agar gemar membaca di desa Banjarpanepen menuai permasalahan di lapangan. Namun hal tersebut tidak membuatnya gagal menyerah untuk menjadi relawan pada sebuat Taman Baca di desa Banjarpanepen.

Pada tahun 2014, Any Anggorowati mencoba mendekatkan buku dan meningkatkan minat baca masyarakat di kelurahan Kebokura kecamatan Sumpiuh. Benar saja, di tempat sendiri inilah banyak masyarakat yang antusias berkunjung ke Griya Baca Jelita (GBJ). Sebuah taman bacaan masyarakat yang ia dirikan. Kata ‘Jelita’ sendiri merupakan singkatan dari ‘Jendela Literasi Tanah Air’. Dengan segala inovasi dan kreativitasnya, perlahan mulailah banyak yang tersentuh dan merangsang untuk berbondong-bondong berkunjung ke GBJ. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, orangtua, bahkan sampai lansia. Dari berbagai kalangan inilah, GBJ memberi tema kegiatanya “Pengembangan Literasi Melalui Seni Jelita”.

Melihat peluang adanya lomba essay Olimpiade Literasi Nasional yang diselenggarakan oleh Makmal Pendidikan, GBJ pun mengambil peluang tersebut dan berhasil masuk 10 besar dari 2.098 peserta.

http://Aksi%20Turun%20Jalan

Selain itu, ibu dari dua anak ini berjuang melalui berbagai penjuru. Setiap hari Senin sampai Sabtu, dia melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SDN 1 Banjarpanepen dengan inovasinya “Box Cerdas GLS”. Sepulangnya dari mengabdi di sekolah, dia pun melanjutkan dengan membuka lesehan baca di GBJ sampai jam 8 malam. Jika di hari Minggu, dia dibantu pegiat literasi lainnya yaitu Iwan Sanusi, Andri Setiawan, dan Eny Sugyharti bergerak membuka lapak baca di sudut-sudut keramaian kabupaten Banyumas dan bahkan sampai di kabupaten lainnya.

Dari kerja keras inilah, Any mendapat penghargaan sebagai pegiat literasi kabupaten Banyumas dalam acara Gebyar Mas memperingati hari buku dan hari pendidikan nasional tahun 2017. Pada tahun 2015, Any berhasil mendapat juara 1 dalam lomba PTK Paudni kabupaten Banyumas dengan karya nyatanya “Merangsang Minat Baca Masyarakat Melalui Community Enggagement/ Pelibatan Masyarakat”.

“Kegiatan-kegiatan yang saya lakukan notabennya adalah panggilan dari hati. Ini sebagai wujud kecintaan saya terhadap bangsa Indonesia. Dengan niat yang tulus, iklas dan demi kebaikan, insyaalloh Alloh akan mempermudah jalan kita. Semoga menjadi amal jariyah karena memberikan ilmu yang bermanfaat, amin,” katanya beberapa waktu yang lalu.

Selain masuk dalam kepengurusan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Banyumas, Any juga menjadi anggota Pustaka Bergerak Indonesia (PBI). Berbagai bantuan buku pun masuk setiap bulannya. Hal ini karena dia selalu menjalankan visi dan misinya.

Usai bertemu dengan Nirwan Arsuka Ahmad (Presiden PBI) dan pegiat literasi lainnya pada acara Kopdanas di Surakarta (8/12), Any pun semakin yakin akan langkahnya. Bahkan GBJ pun mendapat bantuan buku dari Perpusnas senilai 75 juta, yang secara simbolis diserahkan langsung di gedung Perpusnas, Jakarta (15/12).

“Terimakasih atas dukungan Kepala Dinas Arpusda kabupaten Banyumas, Fuad Zain Arifin. Camat Sumpiuh, Abdul Kudus. Lurah Kebokura, Sudiyanto. Suami tercinta, Tri Hartono. Relawan GBJ dan pegiat literasi lainnya,” ucapnya terharu saat dihubungi melalui telepon.

“Aku bahkan sampai meneteskan air mata bahagia ketika banyak pengunjung datang membaca dan meminjam buku , baik di lesehan maupun saat buka lapak baca. Walau sudah zaman internet dan serba canggih, tetapi banyak yang masih menyempatkan diri membaca buku,” sambungnya tersedu.

Beberapa perlombaan yang pernah diadakan oleh GBJ, antara lain lomba mewarnai TK, PAUD tingkat kecamatan Sumpiuh di taman kota Sumpiuh. Ada juga lomba busana kartini di GBJ. Lomba Panembromo untuk lansia di GBJ.

Adapun program yang akan dilakukan yaitu membuat sudut-sudut baca dan mewujudkan Gerakan Sumpiuh Membaca.

“Ora maca, ora eksis,” pungkasnya.

Categories
Cerpen

Nenek Penunggu Kereta

Sudah kukatakan pada diriku sendiri, jangan lagi-lagi meminjamkan buku pada siapa pun. Kalau kemudian, ketika kau terima buku itu dalam keadaan buruk, kau akan misuh sepanjang jalan sampai tanpa sengaja ban depan sepeda motormu menggilas ekor dari kucing buluk yang mengantuk berat dan tepar di pinggir jalan itu.

“Nggeoong!” teriak kucing itu kemudian lari terbirit-birit. Padahal aku ingin meminta maaf padanya. Sialnya, sepanjang mataku yang terus mengikuti ke mana arah ia berlari, aku terbayang wajah temanku yang berkata, “besok kupinjam lagi, sekarang sedang banyak sekali tugas kuliah.” Bodo amat, kataku dalam hati. Mataku saat itu sulit lepas dari ujung sampul depan yang melengkung, halaman yang dicoret-coret pulpen dan warnanya sedemikian pudar. Aku nyaris tidak mengenali lagi buku milikku sendiri. Aku baru membeli buku itu di sebuah pameran buku sebulan lalu, baru kubuka belum dibaca seluruhnya dan seorang teman mampir ke rumah, tertarik lalu meminjamnya—mana bisa aku menolak, sedang ia melihat rak buku di kamarku begitu banyak buku-buku yang masih disegel yang barangkali ia yakini belum semuanya khatam kubaca. Satu bulan kemudian aku mendapati bukuku seperti habis nyemplung di comberan.

Keparat!

Apa ia tidak pernah membeli buku? Atau ia mengira buku-buku yang kumiliki dapat diberi cuma-cuma dari penerbit? Atau memang ia terlatih untuk meminjam buku, merusaknya dan akan dikembalikan ketika si peminjam menagihnya? Ah, wirog buntung!

Dadaku sedemikian panasnya, bahkan mentari di atas ubun-ubun tak lagi kupedulikan. Ini jalanan untuk pertama kalinya kulewati—dan barangkali yang terakhir kalinya. Aku tidak sudi datang ke rumahnya lagi hanya untuk mengambil bukuku yang dipinjamnya. Baik hati betul aku ini. Keparat kuadrat. Jalanannya buruk, perangai orang-orangnya buruk, lebih-lebih pemerintahnya. Sialnya, aku satu kota dengannya dan dengan orang-orang buruk lainnya.

“Pilih kami, maka akan kubangun kota ini jadi lebih baik,” Silit borok! Kehancuran kota, kok, dirayakan. Aku nyaris lupa ini musim pemilihan walikota. Suara yang barusan kudengar, rupanya berulang-ulang diucapkan oleh tim suksesnya, di sebuah lapangan bola samping jalan raya yang padat disesaki bejubel orang dan membuat macet tak ketulungan. Apa mereka sebegitu murahnya? Dibayar nasi bungkus, kaos gambar si calon yang sudah pernah menjabat—dan tidak memberikan perubahan baik selama hampir 5 tahun—, dan mungkin uang sepuluh ribuan lima lembar untuk lima tahun berikutnya—ditambah stiker-stiker.

Aku muak sekaligus iba pada orang-orang yang gila jabatan. Apa hidupnya tidak akan bahagia bila tidak melakukan hal itu? Tunggu, apa kebahagiaan yang ingin ia capai? Dan orang-orang berkerumun itu, tidakkah dilihatnya jalanan berlubang, bangunan-bangunan kumuh berderet, taman kota yang lebih sering dijadikan tempat mesum, bendera-bendera partai yang tugasnya menutup markah dan rambu lalu lintas juga spanduk-spanduk kecil yang tumbuh di pohon-pohon itu? Masihkah mereka merasa dipedulikan dan percaya soal, “akan kubangun kota jadi lebih baik”? Aduuuh, kotaku…, mestikah kupeduli kau?

Barangkali, baiknya kotaku tak perlu lagi ada pemimpin. Tak ada pengaruhnya di mataku.

“Setop!” Seorang nenek menghentikan lajuku dan juga pengendara lainnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Jemari keriputnya menggenggam sebuah papan bundar dengan gagang setengah meter, dicat merah dan bertuliskan apa yang barusan ia katakan pada kami. Lalu ia mengangkatnya setinggi yang ia bisa lakukan. Mulanya aku tidak mengerti sampai kemudian aku sadari dua meter di depan ada sebuah rel kereta. Detik berikutnya sebuah kereta melaju kencang. Suaranya betul-betul mengganggu, tapi aku merasa terselamatkan. Sebab paling tidak, suara orator abal-abal di lapangan tadi lenyap untuk sesaat.

“Silakan…,” ucap nenek itu bergetar. Seketika orang-orang berebut jalan seolah dua menit kemudian jalanan itu akan ambruk. Sedangkan aku masih berdiam. Entah apa yang melintas di benakku, maksudku, mana dahulu yang harus kupikirkan? Jadi, aku parkirkan sepeda motor di pinggir rumah gubuk yang nenek itu tinggali.

“Apa yang barusan nenek lakukan? Bukankah itu bahaya?” tanyaku menghampiri kursi yang barusan didudukinya. Ia sesaat terlihat tidak peduli. Membuang muka dariku dan menyesap, mungkin, secangkir kopi di sebelahnya.

“Paling tidak kamu masih bisa melihat aku setua apa sekarang.”

“Memangnya, sudah berapa lama nenek melakukan hal begitu tadi?”

Aku menebak ia sedang membagi energinya dan jatah bicaranya. Jadi, cara ia menjawab cukup merentangkan kelima jari tangan kanannya dan jari kirinya membentuk bulatan.

“Lima puluh tahun?” Apalagi yang bisa ditebak orang dari isyarat itu? Kemudian ia mengangguk. Tak sedikit pun aku bahagia telah berhasil memecahkan petunjuknya.

“Dapat dana dari pemerintah? Minimal, dari PT. KAI?” belum nenek itu menjawab, aku terus nyerocos yang ditujukan lebih kepada diriku sendiri, “aku heran, di jalan ini tidak ada kantor pengawasan atau apa pun dari lembaga pemerintah. Lima puluh tahun? kupikir pemerintah kita sedeng!”

“Kamu sudah terlalu banyak bicara. Apa yang kusuka maka akan kulakukan. Peduli amat soal-soal begituan. Bikin pendek umur,” katanya enteng. Aku terkesima dengan apa yang dikatakannya? itukah rahasia panjang usianya?

Setelah ia menyeruput sisa kopinya sampai tandas, ia pamit untuk masuk ke rumahnya—yang diawal kukatakan gubuk tadi.

“Tunggu, Nek….”

“Apalagi? Kau ingin kuseberangi sekalian? Tenang saja, kereta akan lewat sekitar enam jam dari sekarang, kau akan baik-baik saja.”

“Bukan itu…, begini…,”

“Kenapa mendadak sulit sekali bicara? Hidupmu sudah merdeka, apa pun bebas kau katakan dan lakukan hari ini.”

“Boleh kujadikan cerpen?” aku lupa berkisah kalau aku gemar menulis. Buku yang dipinjam kawanku di pembuka tadi adalah buku dari penulis idolaku. Jadi wajar adanya bila aku murka sedemikian rupa.

“Apanya?”

“Kisah nenek barusan, atau soal nenek dan kereta, atau apa pun yang sudah nenek katakan tadi….”

“Apa kau janji kalau kubolehkan akan lekas angkat kaki dari sini?”

Aku mengangguk menunggu kalimat berikutnya keluar. Sialnya, ia malah terus melangkah lambat memasuki pintu rumahnya.

“Jadi apa jawabannya, Nek? Boleh atau tidak?”

“Kupikir hanya nenek-nenek macamku saja yang boleh tuli.”

“Maksudnya, Nek?”

“Selain tuli, ternyata kamu juga bodoh, ya. Tadi kukatakan, hidupmu sudah merdeka, apa pun bebas kau katakan dan lakukan hari ini.”“

Jadi?”

“Pergilah sekarang.”

Entah mengapa, baru kali ini aku merasa begitu gembira. Rupanya masih ada orang yang asyik diajak berbincang di kota ini. Tanpa buang waktu, aku gegas meluncur ke rumah. Ada cerita yang harus kutuliskan. Paling tidak sebelum orang lain mendahuluiku, bisa jadi kaulah itu orangnya.

Cilegon, 08 Agustus 2017

Categories
Berita

TBM Sabilul Huda Ikuti Bintek TBM se-Jabar

TBM Sabilul Huda mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah yaitu Bimbingan Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Hotel Lingga Bandung (05/09).Dengan tema ‘Membangun Masyarakat Literat melalui Pemberdayaan Perpustakaan’  acara ini diikuti oleh sekitar 50 perwakilan dari Taman Bacaan Masyarakat se-Jawa Barat.

Dari TBM Sabilul Huda mengutus peserta Gita Robia Awaliah sebagai pengelola harian TBM Sabilul Huda, sekaligus mewakili utusan dari Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Ciamis atas rekomendasi dari FTBM Jawa Barat

Acara berlangsung   penuh selama empat hari sejak tanggal 5 s.d 8 September dengan materi meliputi; Pengembangan Koleksi perpustakaan Masyarakat, Katalogisasi, Klasifikasi dan Tajuk Subjek, Layanan Perpustakaan Masyarakat, Gerakan Literasi Masyarakat, Kerja Sama dan promosi perpustakaan Masyarakat dan Pengantar TIK Perpustakaan.

Source : http://tbmsabilulhuda.or.id/2017/09/14/tbm-sabilul-huda-ikuti-bintek-tbm-se-jabar/

Categories
Opini

Agar Buku Tetap Terawat

Teman-teman pasti  punya buku di rumah. Coba hitung ada berapa: Sepuluh, seratus, atau seribu. Waah…asyik ya kalau punya banyak buku. Soalnya buku itu punya peran penting untuk nambah wawasan. Buku yang kita kenal sebagai berkas kertas yang terjilid itu adalah wahana paling efektif untuk merekam segala informasi ilmu pengetahuan, tekhnologi dan budaya.

Cuma sayang disayang, masih banyak orang yang menganggap buku relatif mahal. Jadi, buat temen-temen yang beruntung bisa beli buku, jangan dicuekin aja buku-bukunya. Buku-buku itu harus dirawat agar tidak kotor, rusak atau hilang. Tapi..gimana caranya? Eit, jangan bermuram durja dulu. Wes ewes ewes, nih, ada tips khusus buat para pecinta buku:

  • Berikan Identitas. Semua buku harus diberi tanda. Caranya bisa dengan cat, cap, stempel, plat atau lainnya. Yang penting tanda tersebut bikin kita mudah mengenal identitas buku. Seperti: asal beli buku, tanggal kepemilikan, harga buku. Tujuannya agar buku yang dipinjam tidak berpotensi untuk lenyap.
  • Buat Daftar Buku. Buku-buku yang dikoleksi sebaiknya dibuatkan daftarnya pada sebuah buku induk.Modelnya terserah Pokoknya daftar itu memuat informasi tentang nomor, judul, pengarang, penerbit, dan tahun terbit. Jadi kita bisa tahu jumlah buku yang ada dan gampang melakukan cek and ricek buku yang keluar.
  • Menjaga Buku Tetap Awet. Setiap buku baru langsung diberi sampul plastik. Kalau buku tersebut dirasa penting sekali dan tebal sebaiknya dijilid dengan hardcover. Terus, jangan sekali-kali melipat kertas pada halaman tertentu sebagai tanda di mana halaman berhenti membaca. Meskipun sepele, kebiasaan itu sebenarnya dapat memperpendek umur buku. Halaman buku jadi mudah robek jika lipatan itu didiamkan. Jadi, lebih baik menandai dengan pembatas buku saja.
  • Membuat Rak. Buku-buku yang berserakan di banyak tempat tentu menyulitkan kita untuk mencari buku yang dibutuhkan. Buatlah rak sesuai dengan kebutuhan dan jumlah koleksi. Lalu susun dan pilah-pilah penempatannya  sesuai dengan subjek buku. Tujuannya agar mempermudah dalam mencari buku yang dibutuhkan. Setelah dibaca, buku juga harus dikembalikan ke tempat semula.
  • Menghindari Musuh Buku. Kecoa, rayap, tikus, kutu buku (book lice), fungi, ngengat (moths) adalah musuh-musuh buku yang biasanya rawan merusak kertas. Cara menghindarinya adalah dengan melakukan penempatan rak tadi di lokasi strategis, maksudnya, jangan berdekatan dengan kamar mandi. Bersihkan rak buku dari kotoran dan debu secara berkala. Buku-buku tidak boleh disusun terlalu rapat pada rak-rak, karena menghalangi sirkulasi udara. Sebagai pencegahan, pada rak-rak buku diletakan bahan-bahan yang berbau seperti kamper, naftalen, campuran choloform untuk mengusir serangga. Semua bahan-bahan itu menguap perlahan lahan dengan mengeluarkan bau yang tak disukai oleh serangga.
  • Buat Peraturan. Jangan segan-segan membuat tata-tertib bagi si peminjam. Misalkan kalau ada teman yang ingin pinjam harus dibatasi jumlah bukunya, lalu tanggal pengembaliannya harus dijanjikan. Tapi kita juga jangan segan-segan membagi ilmu kepada orang lain dengan meminjamkan buku.

Gimana temen-temen? OK punya nggak tipsnya. Semoga ada manfaatnya buat kita semua.

Yap, Keep reading !