Adakah yang salah dari potret ini? Seorang nenek, membacakan cerita kepada teman-teman yang usianya bukan lagi usia sekolah pada umumnya? Ya. Bagi saya tidak. Tidak ada yang salah dari potret ini.

Jika pikiran kita dipenuhi dengan definisi paten terhadap sesuatu? Apakah itu sesuatu hal yang salah? Tidak juga.

Seperti ini, sebuah kondisi belajar yang mungkin jarang ditemui di sekolah-sekolah lain. Sebuah kondisi belajar yang didesain untuk membuat murid-murid kreatif. Sebuah kondisi belajar yang membekali muridnya untuk menjadi murid yang dapat melampaui keterbatasan.

Inilah, ini proses belajar yang ada di Wadas Kelir.

Namanya Bu Urip. Umurnya sudah masuki angka ke lima. Namun, semangatnya seperti anak PAUD. Yang setiap hari selalu berangkat lebih awal, menjadi murid paling rajin, menanti guru datang, dan selalu berbahagia.

Bu urip adalah warga belajar Paket B Wadas Kelir-Purwokerto. Ia sangat semangat sekali belajar sekalipun usianya sudah tua. Namun, tak ada Kata MALAS BELAJAR dari diri beliau.

Kali ini waktunya saya mengajar. Mengajar bahasa Jawa. Saya membawa satu buah buku dongeng. Bergambar anak kecil dengan empat burung berwarna-warni di sekelilingnya. Saya memulai dengan menyodorkan buku itu kepada warga belajar Paket yang datang.

Awalnya, mereka menganggap saya aneh. Sebab, saya datang membawa buku dongeng lalu kemudian saya mengajar mereka untuk mendengarkan dongeng saya. Kemudian, aneh yang kedua mereka masih menganggap bahwa dongeng hanya diperuntukkan untuk anak-anak, sedangkan mereka adalah ibu, nenek, mas, dan mba yang tak lain sudah melewati fase dewasa semua. Saat itu, saya sadar mereka menganggap saya aneh. Karena itulah, saya mencari cara agar mereka dapat masuk ke dalam dunia saya.

Dengan berbagai pertanyaan yang memancing mereka, akhirnya saya berhasil membuat perhatian mereka kepada saya. Saat itulah saya memulai mendongeng saya.

Dengan tidak mempedulikan redaksi, saya mulai mendongeng. Ya, satu, dua, tiga akhirnya saya berhasil memikat perhatian mereka dengan tingkah laku dan bahasa yang saya gunakan ketika bercerita.

Sampai pada di tengah cerita, dan saya menunjuk gambar yang ada di salah satu jalan buku, tiba-tiba.“Anak itu kebingungan. Mencari burungYang keluar sarang…” Tedengar Suara salah satu murid warga belajar Paket.

Hal yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Ada warga belajar yang sangat memperhatikan segala sesuatu yang saya berikan.

SAAT ITULAH SAYA SADAR BAHWA BERHASILNYA PENGETAHUAN YANG DIBERIKAN KEPADA SISWA ADALAH KETIKA SISWA SECARA TIDAK SADAR MENANGKAP SEMUA PENGETAHUAN YANG TELAH DIDENGAR DARI SEORANG GURU.

Lekas, saya pun memberikan apresiasi saya kepada warga belajar yang tak.lain adalah Bu Urip. Warga belajar paling berumur di paket B Wadas Kelir.

Saya meminta Bu Urip untuk maju, dan melanjutkan bercerita. Awalnya Ibu Urip menolak, namun semua warga belajar menyemangati untuk maju. Akhirnya Bu Urip mau maju. Dan kemudian mendongeng untuk semua warga belajar dan juga saya.

Dengan logat bahasanya, ia langsung bercerita tanpa malu-malu hingga tanpa sadar membuat semua tertawa mendengar cerita yang dikarang oleh Bu Urip sampai selesai.

Semua warga belajar pun memberikan tepuk tangan dengan penuh meriah. Pembelajaran pun berakhir.

Sebelum saya keluar, tiba-tiba Bu Urip berkata pada saya,”Hahaha.. saya menjadi anak-anak. Pas lagi di depan ya, Bu.”Saya tersenyum. “Keren sekali, Bu tadi dlceritanya. Ya tidak apa-apa menjadi seperti anak-anak itu menyenangkan kan Bu?””Iya. Nggawe nguyu (bikin tertawa).”

Umi K. [Relawan di TBM Wadas Keli-Purwokerto]