Oleh Heri Maja Kelana

 

“Digril, anak tunggal seorang pengusaha kaya di sebuah kota, mengajukan permintaan mustahil kepada orang tuanya. Permintaan tersebut adalah membelikan dia satu sekolah sebagai hadiah ulang tahunnya. Permintaan tersebut menurut dia masuk akal karena saat ini sedang masa pandemi Covid-19. Karena terlalu dimanja, Digril bertingkah di luar toleransi orang tuanya, sehingga dia dimasukkan ke dalam ruang kecil di bawah tangga. Ternyata ruang tersebut bukan sekadar ruang penyimpanan barang tak terpakai. Saat dilemparkan ke ruang tersebut, Digril terlempar ke sebuah dunia yang selama ini dia sangka hanya dongeng kakeknya saja.”

 

Kira-kira seperti itu dongeng dari Yussak Anugrah ketika mengisi Hari Dongeng Sedunia. Dongeng yang dibawakan oleh Yussak berjudul “Digril di Negeri Bragalba” dapat disaksikan di youtube Forum TBM atau di youtube raya ussak.

 

Selain Yussak, ada banyak pendongeng lain yang mengikuti Parade Dongeng dari TBM, Hari Dongeng Sedunia 2021 yang tersebar dari Aceh hingga Papua, di antaranya Nur Anisah (Aceh), Nita Juniarti (Aceh), Antonia Humiliata Tukan (NTT), Cherryl Nafiza (DIY), Ratih Analin Osok (Papua), Bany Ahmad (Jawa Barat), dan masih banyak lagi. Pendongeng melakukan aksinya lewat youtube juga langsung mendongeng lewat zoom.

 

Cerita yang dibawakan oleh para pendongeng sangat beragam, ada yang membawakan cerita daerah seperti legenda (kemudian dimodifikasi oleh pendongengnya), ada yang mengambil dari buku-buku cerita, serta ada pula pendongeng yang membuat cerita sendiri, sehingga apabila menyaksikan satu dongeng ke dongeng lain, tidak monoton.

 

Suyadi dan Spirit yang Menular Lewat Unyil

 

Suyadi, ya Pak Raden nama pangungnya adalah salah satu maestro dongeng Indonesia yang sudah banyak melahirkan karya. Pak Raden menciptakan tokoh yang bernama Unyil, kemudian difilmkan dengan judul Si Unyil.

 

Siapa yang menyangka bahwa lelaki kelahiran Jember, 28 November 1932 ini pernah mendalang di Paris menggunakan bahasa Perancis dan bahasa Inggris tahun 1961 – 1964, ketika Suyadi mendapat beasiswa belajar animasi di Paris tahun 1960 – 1964. Berbagai penghargaan telah banyak diraih oleh seorang pendongeng yang mengawali karirnya sebagai ilustrator ini.

 

Pada 1972, Suyadi mendapat penghargaan dari UNESCO lewat Komite Nasional Tahun Buku Internasional sebagai ilustrator terbaik buku anak dengan judul Gua Terlarang. Lalu pada 1998, bukunya yang berjudul Timun Mas mendapat penghargaan dari IKAPI. Selama hidupnya Suyadi telah menulis 25 judul buku anak dan membuat ilustrator untuk 150 buku. Bahkan hari kelahirannya 28 November diperingati sebagai Hari Dongeng Nasional.

 

Sengaja saya menampilkan sedikit biografi mengenai maestro dongeng Indonesia, supaya para pendongeng lain termotivasi oleh seorang Pak Raden. Supaya muncul kembali maestro-maestro dongeng berikutnya dari relawan juga pengelola TBM.

 

Relawan atau pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) banyak yang memiliki kemampuan mendongeng yang baik. Bahkan tidak sedikit telah menjadi pendongeng profesional. Dongeng, seperti banyak terdapat pada literatur serta para ahli akademisi pedagogis mengatakan bahwa mendongeng adalah cara terbaik untuk meningkatkan kreativitas anak, berpikir kritis, menumbuhkan minat baca, mengenal budaya, membangun emosional antara orang tua dan anak (apabila dilakukan oleh orang tua), dan lain-lain. Oleh karena itu, mendongeng erat kaitannya dengan literasi yang sedang dibangun oleh pemerintah Indonesia.

 

Tidak sedikit pula relawan serta pengelola TBM telah membuat buku-buku cerita anak yang berlatarbelakang budaya setempat, juga keseharian aktivitas di TBM. Hal ini kemudian menjadi penting untuk dikabarkan dan menginspirasi pegiat literasi yang lainnya. Semakin banyak pegiat yang berkarya, semakin maju kampung (daerah) tempat di mana pegiat tersebut tinggal.

 

Antusias Masyarakat

 

Kembali pada peringatan Hari Dongeng Sedunia yang dilaksanakan oleh Forum TBM, mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat. Peserta yang mengikuti mulai dari Muhibah Dongeng dari TBM hingga Puncak Hari Dongeng Sedunia mencapai 1000. Jumlah pendongeng 59 dengan usia yang beragam, mulai dari usia 6 hingga 60 tahun.  Berasal dari Aceh sebayak 5, Banten 2, Daerah Istimewa Yogyakarta 11, DKI Jakarta 1, Jawa Barat 9, Jawa Tengah 3, Jawa Timur 3, Kalimantan Timur 2, Kalimantan Utara 1, Kepulauan Riau 1, Lampung 1, Nusa Tenggara Timur 4, Papua Barat 2, Riau 2, Sulawesi Selatan 5, Sulawesi Tengah 3, Jerman 1, Spanyol 1, Mali 1, serta Perancis 1 pendongeng.

 

Berikut adalah testimoni Antonia H. Tukan dari Nusa Tenggara Timur, “Saya senang sekali dengan HDS kali ini. Apalagi kali ini HDS diadakan secara virtual (sesuatu yang berbeda buat saya). Acaranya padat dan berisi, kak. Saya merasa menyatu dengan teman-teman dari seluruh Indonesia. Saya berharap acara seperti ini masih bisa diadakan di waktu-waktu yang akan datang.”

 

Testimoni berikutnya Yussak Anugrah dari Jawa Barat “Tidak hanya anak, semua orang senang didongengi. Maka dari itu, untuk membuat semua orang senang, marilah kita saling mendongengi.”

 

Selanjutnya giliran Devie R Uga dari Sulawesi Tengah memberi testimoni “Cerita bisa didengarkan dengan baik, menjadi literasi budaya, menjadi moral dan budi pekerti penuh cinta lewat sebuah dongeng. Selamat Hari Dongeng Sedunia.”

 

Giliran Sari Firman dari Riau memberikan testimoni “Dongeng membersamai kita, sudah sewajarnya kita membersamai dongeng. Sebab dongeng telah menjadi duniaku, duniamu, dan dunia kita. Dongeng mendunia menjadi nyata. Selamat Hari Dongeng Sedunia.”

 

Dari beberapa testimoni di atas, saya menyakini bahwa gerakan literasi di Indonesia melalui dongeng sebagai aktivitas kreatifnya akan semakin maju dan berkembang. Sebab semua orang mencintai dongeng.

 

Kegiatan Hari Dongeng Sedunia tidak akan terlaksana dan mendapatkan apresiasi bagus dari masyarakat tanpa adanya ketua pelaksana yang begitu luar biasa, Aris Munandar. Aris serta panitia yang lain mempersiapkan kegiatan Hari Dongeng Sedunia kurang lebih satu bulan. Selama satu bulan panitia berjibaku mempersiapkan kegiatan. Hasilnya luar biasa dan diterima oleh masyarakat. Bravo!